Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Doni Monardo Tegaskan COVID-19 Bukan Rekayasa, Ibarat Malaikat Pencabut Nyawa

Dilihat 87 kali
Doni Monardo Tegaskan COVID-19 Bukan Rekayasa, Ibarat Malaikat Pencabut Nyawa

Foto : Ketua Gugus Tugas Nasional Doni Monardo dalam Rapat Koordinasi bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Daerah Provinsi Jawa Timur di Surabaya (16/7). (KOMBEN BNPB/M Arfari Dwiatmodjo)


SURABAYA - Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo dengan tegas mengatakan bahwa COVID-19 bukan sebuah rekayasa atau konspirasi yang dibuat oleh pihak-pihak tertentu. Hal itu disampaikan Doni ketika memberi arahan dalam Rapat Koordinasi bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Daerah Provinsi Jawa Timur di Surabaya, Kamis (16/7).

"COVID-19 bukan rekayasa, COVID-19 bukan konspirasi. COVID-19 menjadi mesin pembunuh, ibaratnya COVID-19 ini adalah malaikat pencabut nyawa,” tegas Doni.

Doni perlu menegaskan mengenai hal itu karena masih ada pihak-pihak yang menganggap COVID-19 ini rekayasa. Menurutnya, pemahaman itu tidak bisa dibiarkan. Menurut data global, setengah juta jiwa telah menjadi korban.

Di sisi lain, pemahaman masyarakat yang masih menganggap COVID-19 merupakan konspirasi juga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan publik kepada upaya yang dilakukan oleh pemerintah. Sehingga tingkat kepedulian dan kedisiplinan masyarakat menurun dan dapat menjadi ancaman peningkatan angka kasus.

Oleh sebab itu, Doni mengimbau agar seluruh komponen pemangku kebijakan di daerah, khususnya wilayah Provinsi Jawa Timur dapat memberikan narasi yang benar dan utuh kepada masyarakat tentang COVID-19. 

“Kita harus memberikan narasi yang utuh tentang COVID-19,” jelas Doni.

Bicara mengenai pandemi COVID-19, maka hal itu tidak hanya menyangkut tentang permasalahan kesehatan saja, tetapi juga berpengaruh pada sektor ekonomi dan lapangan kerja masyarakat.

Menurut catatan Doni dari Kementerian Ketenagakerjaan, COVID-19 telah membuat 1,7 jiwa kehilangan pekerjaan pada pertengahan April 2020. Hal itu tentunya menjadi permasalahan baru yang serius dihadapi bangsa dan negara.

"Pertengahan April, 1,7 jiwa kehilangan pekerjaan baik formal maupun informal. Kalau ditotal tidak kurang dari 3 juta orang, setelah pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan Keppres tentang Kedaruratan Kesehatan,” kata Doni.

"Masyarakat yang ingin mendapatkan kartu prakerja mencapai 12 juta jiwa. Berarti dapat dikatakan bahwa ada sebanyak 12 juta jiwa yang kehilangan pekerjaan,” imbuhnya.

Pada dasarnya, COVID-19 dapat dicegah melalui peningkatan daya tahan tubuh dan imunitas dari asupan gizi yang baik dan seimbang. Di sisi lain, untuk memperoleh makanan dengan menu gizi yang seimbang perlu adanya pendapatan.

"Salah satu cara untuk meningkatkan imunitas tubuh adalah makan makanan yang bergizi. Sedangkan cara untuk mendapatkan makanan harus ada uang,” 

Oleh sebab itu, COVID-19 harus benar-benar diatasi melalui beradaptasi dengan kebiasaan baru, disiplin menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan jaga jarak aman.


Bencana Adalah Peristiwa Berulang


Dalam kesempatan yang sama, Doni yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sekaligus mengajak peserta rapat untuk memahami bahwa bencana adalah peristiwa yang berulang. Dalam hal ini, bencana yang dimaksud tidak hanya bencana alam saja, melainkan termasuk bencana non-alam, seperti wabah penyakit dan pandemi.

Menurut catatan, peristiwa tsunami Aceh pada 2004 adalah salah satu contoh pengulangan bencana alam yang terjadi di Indonesia. Hal itu dibuktikan dari penemuan sedimentasi tanah yang diambil dari goa Eek Leuntie di Aceh.

Selain tsunami Aceh, Doni juga menjelaskan mengenai rentetan bencana yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah hingga kisah kelam tentang Banyuwangi di Jawa Timur pada 1994.

"Palu juga pada tahun 1927, 1968, kemudian pada 1970 Profesor Katili pernah bilang jangan jadikan Palu sebagai ibukota, nanti tahun 2000 akan terjadi gempa dan tsunami,” jelas Doni.

Memang pada tahun 2000 tidak terjadi apa-apa, tetapi 18 tahun kemudian terjadi gempabumi, tsunami dan likuifaksi di wilayah Palu dan sekitarnya.

Kemudian, menyinggung bencana non alam seperti wabah penyakit dan pandemi, Indonesia juga tercatat pernah mengalami ‘pageblug’ pada 1918 yakni Flu Spanyol. Sejarah mengungkap sekitar 4,5 juta jiwa di Indonesia menjadi korban atas peristiwa tersebut.

Dalam hal ini, kunci dari penanganan pandemi adalah dengan mengupayakan peran medis dengan porsi 20 persen dan sisanya 80 persen adalah masyarakat. Secara sederhana, implementasinya adalah tenaga medis menjadi benteng terakhir dalam melawan COVID-19 dan pondasi terdepan adalah masyarakat itu sendiri.

"Kami Gugus Tugas dari awal sudah meminta agar upayakan bahwa medis 20 persen sisanya 80 persen. Jangan bebani dokter, dokter adalah benteng terakhir bangsa kita,” tegas Doni.

Sebagai panglima perang melawan COVID-19, Doni meminta agar masyarakat dapat lebih memahami kondisi yang terjadi dan mengambil langkah tepat untuk menangani COVID-19 melalui upaya pencegahan, dengan penerapan protokol kesehatan secara disiplin.

Sebelum menutup rapat koordinasi, Doni juga menitip pesan bahwa COVID-19 adalah musuh yang harus ditaklukan dengan meningkatkan kapasitas dan memperkuat mitigasi.

"Kenali dirimu, kenali musuhmu, 1000 kau perang 1000 kali kau menang,” pungkas Doni.


Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional

Penulis


BAGIKAN